Selasa, 23 September 2008

Politik Tubuh

Oleh Jamaluddin Mohammad

"Masyarakat kita mewarisi seksualitas zaman Victoria yang bercirikan menahan diri, diam, munafik, dan malu-malu"
[Michel Faucault]

Ibarat anggur lama yang berganti botol, diskursus RUU APP [Rancangan Undang-undang Antipornografi dan Pornoaksi] yang pertama kali muncul pada 1999, kini mencuat kembali. Hampir setiap media massa, baik cetak maupun elektronik, memuat pro-kontra penerapan undang-undang yang masih digodog itu. Sampai tulisan ini dibuat, RUU APP masih menjadi bahan perdebatan; apakah diundangkan atau tidak. RUU APP tidak hanya menyedot perhatian agamawan, para seniman, artis, penyanyi, bahkan dinas pariwisata pun ikut terlibat dalam perdebatan itu.

Sebelum kita menelisik lebih jauh, alangkah baiknya kita paparkan terlebih dahulu definisi pornografi dan pornoaksi yang tertulis dalam RUU tersebut, karena menurut saya disinilah titik persoalan yang sesunggugnya. Pasal 1 ayat 1 menyebutkan: "Pornografi adalah substansi dalam media atau alat komunikasi yang dibuat untuk menyampaikan gagasan-gagasan yang mengeksploitasi seksual, kecabulan, dan/atau erotika". Sedangkan definisi pornoaksi menurut pasal 1 ayat 2 adalah: "Perbuatan mengeksploitasi seksual, kecabulan, dan/atau erotika di muka umum".

Kita bisa mendekati RUU APP dari pelbagai perspektif, baik agama, sosial, politik, bahkan budaya. Pembacaan terhadap RUU itu pun multitafsir. Sebab, RUU APP berhubungan dan erat kaitannya dengan hampir seluruh aspek kehidupan. Kalau saja RUU itu jadi diundangkan, hampir seluruh aktifitas kehidupan kita mendapat sensor ketat negara, seakan tidak ada celah untuk menghindar apalagi bersembunyi.

Kita ibarat hidup di dalam barak penjara, dan RUU itu sebagai menara yang selalu mengawasi dan memperhatikan segala aktifitas orang yang ada di dalamnya. Hak dan otonomi tubuh kita hampir-hampir tidak memiliki kebebasan sama sekali. Dan celakanya, yang dipenjarakan oleh RUU tersebut adalah tubuh dan pikiran kita, sehingga bukan humanisasi, melainkan dehumanisasi.

Untuk memperkaya kajian kita tentang RUU tersebut, alangkah baiknya kita kutip sejarah seksualitas yang pernah ditulis Michael Foucault. Sebab, menurut filsuf asal Prancis itu, pandangan tentang seksualitas mengalami pergulatan sejarah yang cukup panjang. Seksualitas tidak lepas dari perselingkuhan pengetahuan dan kekuasaan. Seksualitas, menurut Foucault, memiliki sejarahnya sendiri. Ia tidak muncul dari kesunyian dan ruang kosong. Seksualitas berbicara sekaligus dibicarakan lewat zamannya. Tetapi ia tidak berbicara sendiri melainkan dibicarakan, dikontrol dan diatur oleh kekuasaan pada saat itu.


Pada zaman Yunani-Romawi, persepsi tentang seksualitas memiliki ciri tersendiri. Dan saya kira perlu dicatat bahwa prilaku masyarakat Yunani-Romawi didasarkan pada sebuah etika yang tidak bersumber dari agama atau keyakinan-keyakinan tertentu yang bersifat transendental. Menurut Foucault, substansi etika di masa itu tercermin dalam istilah epimelia heautau, yakni suatu kewaspadaan seseorang akan penjagaan diri sendiri. Atau suatu sikap mawas diri atau mawas tingkah laku dan penuh perhatian seseorang terhadap sesuatu yang dikerjakannya.

Jadi, parameter yang digunakan masyarakat Yunani-Romawi dalam hal etika adalah epimelia heautau. Dalam mencapai kondisi epimelia heautau ini masyarakat Yunani-Romawi tidak mengenal adanya suatu sistem moral baku yang mengharuskan mereka bertingkah laku sama. Tidak ada koodifikasi pakem-pakem tingkah laku yang mengatur atau memberi petunjuk mana yang boleh dilakukan atau yang tidak boleh dilakukan dalam tindakan-tindakan mereka. Semua aturan itu tertanam pada diri individu atas dasar kesadaran dan tidak ada unsur paksaan dari luar.

Hidup sehari-hari masyarakat Yunani-Romawi disini pada hakikatnya didasarkan seni; seni untuk membentuk diri sendiri; seni mengolah hidup menjadi hidup proporsional dan bermoral. Aturan-aturan seperti ini juga berlaku pada aktifitas seksual mereka dan cara pandang mereka terhadap seksualitas.

Cara pandang seksualitas Eropa mengalami pergeseran penting setelah menginjak abad pertengahan. Pemahaman seksualitas tidak lagi digali dari pengalaman individual melainkan berganti pada cara pandang pastoral yang melihat seks berdasarkan hukum-hukum yang ditentukan gereja. Pergeseran ini, menurut Foucault, disebabkan karena adanya perbedaan penafsiran antara Eropa dalam cakrawala kultur Yunani dengan Eropa dalam cakrawala kultur pasroral mengenai hakikat tubuh beserta hasrat kenikmatan seksual. Masyarakat Yunani-Romawi tidak memandang bahwa hasrat kenkmatan seksual pada dirinya sendiri mengandung semacam kejahatan. Ia hanya butuh diolah dan diatur demi kebaikan mental dan agar tidak membahayakan tubuh.

Sedangkan pandangan pastoral terhadap hasrat kenikmatan sebagai sesuatu yang pada dirinya sendiri mengandung unsur-unsur jahat. Manusia dianggap sebagai mahluk lemah yang mudah diombang-ambing oleh kekuatan syahwati. Oleh karena itu, segala pikiran-pikiran atau ilusi-ilusi erotisme harus dikontrol melalui mekanisme confession (pengakuan). Pada waktu itu, di setiap gereja terdapat bilik-bilik yang disediakan untuk orang-orang tertentu yang melakukan ritual. Dalam bilik-bilik itu, setiap orang yang datang membeberkan rahasia yang disembunyikannya termasuk rahasia seksual. Seseorang secara halus akan dipaksa untuk menceritakan seluruh bayangan-bayangan erotik yang dimilikinya sampai bayangan yang terkecil dan terlupakan sekalipun. Dimulai dari sini, kata Foucault, proses insinuasi dan pendeskreditan tubuh berlangsung.

Setelah mamasuki abad pencerahan, kontrol seksual tidak lagi berada di bawah otoritas pastoral melainkan berpindah ke tangan ahli-ahli mendis. Tekniknya pun sebetulnya tidak jauh berbeda dengan confession bahkan lebih canggih dan jauh menukik ke dalam. Kontrol seksual di pertengahan abad 18 ini adalah kontrol seksual yang tujuan utamanya adalah untuk pengendalian populasi dan pencetakan mutu penduduk demi menghasilkan sumber daya warga yang sehat. Seks dipahami pada waktu itu sebagai sumber dari segala bentuk sikap anomi manusia atau pelacakan terhadap seks adalah hal yang dapat menjelaskan serba serbi penyimpangan tingkah laku seorang individu. Karena itu, fantasi-fantasi dan hasrat-hasrat erotik dengan setatusnya sebagai penyimpangan ini dianggap sebagai hal membahayakan yang memunculkan tingkah laku-tingkah laku anomik atau destruktf dalam diri manusia.

***

Pergeseran pengertian seksualitas dari yang natural given seperti yang dipahami masyarakat Yunani-Romawi sampai pada "politik tubuh" sebagaimana yang diungkapkan Foucault membuktikan bahwa seksualitas pada awalnya adalah netral. Ia tidak sepatutnya "dibicarakan" tetapi biarkan ia "berbicara" dengan sendirinya. Seksualitas bukan untuk dipilah-pilah, dikategorsasi, atau didefinisikan. Seksualitas erat kaitannya dengan pengalaman individual. Pengobjektifikasian seksual hanya akan mereduksi kekayaan makna yang dikandungnya. Apalagi sampai diundang-undangkan.

Sehingga saya sendiri tidak habis pikir mengapa harus ada RUU APP. Bukankah bangsa kita adalah bangsa yang "Berketuhanan Yang Maha Esa", bangsa yang beragama dan memiliki aturan-aturan moral sendiri berdasarkan ajaran agama yang dianutnya? Sudah seberapa parah "moral" bangsa kita sehingga harus ada "undang-undang moral"? Bukankah kebejatan moral justeru tanggung jawab "penjaga-penjaga agama?" Bukan malah diserahkan kepada negara. Apakah ini bentuk "ketidakberdayaan" mereka terhadap serbuan-serbuan "perusak-perusak moral"? pertanyaan-pertanyaan ini seharusnya dijawab oleh mereka yang giat dan gigih memperjuangkan RUU APP agar segera di sahkan.

Atau ini hanya strategi pemerintah untuk mengalihkan opini publik berkaitan dengan persoalan-persoalan bangsa yang kian semerawut dan tanpa kendali, seperti dampak kenaikan BBM, penanganan korupsi, hutang negara yang semakin menggelembung yang sebentar lagi meledak, kemiskinan, dll. Sayang, kita hanya berpikir bagaimana supaya negara kita "beragama", sementara prilaku-prilaku pemimpin kita yang "tidak beragama" hampir “tak terpikirkan”. Ini potret bangsa kita yang sebenarnya. Coba pikirkan!

Minggu, 21 September 2008

SI HEBAT

oleh: Jamaluddin Mohammad


Dalam dunia anak, kita dikenalkan dengan tokoh-tokoh jagoan seperti Superman, Spider-man, Hulk, atau pun Wonder Woman. Mereka adalah icon dunia yang banyak sekali memberi pengaruh terhadap dunia anak, kendatipun mereka tercipta dari dunia imajinasi.

Superman, misalnya, dengan kekuatan supernya bisa terbang layaknya seekor burung. Kekutannya pun dipercaya mampu mengangkat Piramida yang berada di Mesir yang beratnya kira-kira 4 juta ton. Jadi, kekuatannya melampaui kekuatan manusia biasa. Sesosok hero yang diciptakan hasil kolaborasi Joe Shuster dan Jerry Siegel ini ahirnya berhasil menjaadi icon budaya pop di Amerika yang kemudian merambah ke berbagai belahan dunia.

Kita juga mengenal sesosok Spider-man, manusia hebat yang bisa merayap di tembok, bergerak lincah di antara gedung-gedung pencakar langit. Manusia laba-laba yang mendapatkan kekuatannya akibat terkena sengatan laba-laba yang terkontaminasi radio aktif ini pertama kali muncul lewat sebuah komik Marvel pada tahun 1992 yang diciptakan oleh Steve Ditko dan Stan lee. Superman ataupun Spider-man mampu mengalahkan musuh-musuhnya dengan kekuatan fisik yang dimiliki oleh keduanya.

Dengan kekuatannya yang ekstra human mampu melindungi manusia dari mahluk-mahluk jahat. Kedua tokoh ini ternyata mempunyai banyak kesamaan. Sama-sama mempunyai kekuatan super dan sudah menjadi icon dunia. Selain keduanya, masih banyak lagi tokoh-tokoh pahlawan dengan kelebihan yang berbeda-beda pula.

Dalam dunia Islam, kita pun mengenal seorang hero, juru penyelamat alam jagat raya, rahmatan lil’alamin. Disamping memiliki kekuatan fisik, ia juga dibekali kekuatan supranatural guna menghadapi lawan-lawannya. Dialah yang setiap bulan Maulid umat Islam sedunia merayakan hari kelahirannya. Ia adalah Muhammad, sang rosul, penyempurna peradaban manusia, “Liutammima makaarimal ahlaak”. Nabi muhammad saw. dibekali sebuah kekuatan yang lazim disebut mukjizat. Kekuatan itu kemudian diwariskan kepada ummatnya. Sampai kini kehebatannya masih bisa kita rasakan, yakni mu’jizat terbesar nabi yang bernama al Qur’an.

Dan sebelum saya membahas sisi kehebatan mukjizat Nabi Muhammad saw., saya akan memperkenalkan beberapa kekuatan supranatural yang dimiliki oleh manusia yang bertebaran di dunia ini semenjak kehadiran manusia itu sendiri. Kekuatan supranatural atau biasa disebut dengan kekuatan gaib dapat digolongkan sebagai berikut:

Mu’jizat
Mu’jizat adalah sebuah kekuatan supranatural yang dimiliki oleh seorang rosul yang kemunculannya tanpa terikat oleh hukum kausialitas. Kekuatan semacam ini diberikan oleh Allah swt. sebagai legitimasi atas keabsahan pengakuannya sebagai pengemban risalah ilahiyyah. Berdasarkan definisi ini dengan sendirinya akan menegasikan kekuatan-kekuatan yang dihasilkan oleh yang lain (bukan mu’jizat), seperti karomah, maunah, istidraj atau pun sihir.

Mu’jizat seorang rosul tidak seperti kekuatan Superman, misalnya. Superman memiliki kekuatan disebabkan karena mengalirnya darah Krypton yang menjalar keseluruh tubuhnya dan adanya pengaruh grafitasi bumi.

Muhammad Abu Zahroh, seorang pakar Usul Fiqh, membagi mu’jizat menjadi dua bagian, madiyah dan ma’nawiyyah. Mu’jizat yang dimiliki oleh nabi Musa, misalnya, berupa tongkat saktinya yang bisa berubah menjadi seekor ular besar dan mampu membelah lautan menjadi dataran ketika dikejar oleh Firaun dan balatentaranya, tergolong bersifat madiyah (materi). Adapun al Qur’an sebagai mu’jizat terbesar nabi Muhammad bersifat ma’nawiyyah (immateri), sehingga kekuatannya masih bisa kita rasakan sampai saat ini, meski beliau sudah meninggalkan kita ratusan tahun silam. Berbeda dengan mu’jizat madiyah yang kini hanya tinggal puing-puing sejarah. Sebab kekuatan Al-Quran bukan pada kumpulan-kumpulan huruf yang kemudian membentuk sebuah kalimat, tetapi pada nilai-nilai yang terkandung didalam kata-kata itu. Inilah diantara sisi kehebatan al Qur’an.

Karomah
Dalam sejarah Wali songo, kita banyak mendengar berbagai karomah yang dimiliki mereka. Sunan Kudus, misalnya, ia sanggup menangkap petir yang mencoba mengganggunya. Atau Sunan Bonang yang bisa merubah buah kolang-kaling menjadi gumpalan emas. Cerita seperti ini sudah lama berkembang di masyarakat. Lepas dari itu sebuah mitos atau bukan, namun keberadaannya bisa saja terjadi. Itu semata-mata bukan kekuatan manusia, melainkan kekuatan Tuhan yang sengaja diberikan kepada orang-orang tertentu.

Antar karomah dan mu’jizat jelas dapat dibedakan. Karomah tidak bersamaan dengan pengakuan menjadi nabi atau rasul. Keberadaanya hanya dapat dimiliki oleh mereka yang benar-benar taat kepada Allah, menjauhi segala larangan-Nya dan melaksanakan segala yang diperintahkan-Nya, sehingga, oleh Allah, mereka diberi kekuatan diluar rata-rata manusia biasa.

Maunah
Maunah bisanya dimiliki oleh mereka yang tingkat ketaatannya tidak sampai mencapai drajat Auliya. Dan ini bisanya dimiliki oleh orang-orang saleh, yakni seseorang yang sudah mencapai drajat yang tinggi di mata Allah swt. Disamping itu, keberadaannya tanpa melalui usaha-usaha atau harapan-harapan untuk mewujudkannya. Lebih tepatnya, antara Maunah dan Karomah hampir tidak ada perbedaan, hanya saja penamaan Maunah dikhusukan untuk mereka yang belum mencapai drajat Auliya (Wali).

Istidraj/Sihir
Istidraj atau sihir biasanya dimiliki oleh seseorang yang sebelumnya telah melakukan amalan-amalan tertentu yang sehingga pada akhirnya dapat melakukan sesuatu yang ganjil, sulit diterka oleh kekuatan daya nalar manusia, ataupun sesuatu di luar kekuatan rata-rata manusia biasa. Setiap manusia dapat memilikinya asalkan ia mau melakukan amalan-amalan tertentu, seperti puasa, membaca aurod-aurod (wirid), ataupun melakukan semedi di sebuah Gua atau tempat-tempat yang di anggap keramat. Kekuatannya akan tetap ada meskipun ia melakukakan sesuatu yang dilarang oleh syareat (Agama). Sehingga sihir/istidraj lebih identik digunakan untuk melakukan kejahatan, seperti teluh, santet dan lain sebagainya.

Antara Karomah dan sihir jelas ada perbedaan yang mendasar. Sebab karomah dihasilkan bukan dengar ikhtiar/usaha manusia, melainkan ia datang dengan sendirinya tanpa ada usaha-usaha untuk mewujudkannya. Praktis disebabkan karena kecintaannya kepada Allah yang kemudian Allah membalasnya dengan sebuah kekuatan yang tidak dimiliki oleh manusia pada umumnya.

Muhammad sang Superman
Adalah nabi Muhammad saw satu-satunya pemimpin dunia terbesar yang tiada tolok bandingannya, karena hanya dalam waktu 23 tahun, dengan biaya kurang dari 1% dari biaya yang dipergunakan untuk revolusi Prancis dan dengan korban kurang dari 1000 (seribu) orang, beliau telah menghasilkan tiga karya besar. Pertama, beliau telah berhasil menjadikan bangsa Arab yang semula mempercayai Tuhan sebanyak 360 (tigaratus enampuluh), menjadi bangsa yang memiliki satu keyakinan, “tauhid mutlak” (monotheisme absolut).

Kedua, beliau telah berhasil menjadikan bangsa Arab yang semula antara sesama suku dan kabilah saling berperang, menjadi bangsa yang bersatu padu dalam ikatan keimanan dibawah naungan panji agama Islam.

Dan yang ketiga, beliau telah berhasil menjadikan bangsa Arab yang belum pernah memiliki negara merdeka, berdaulat penuh, menjadi bangsa yang pernah berhasil mendirikan negara kesatuan yang tebentang luas mulai dari benua Afrika, Asia, sampai semenanjung Eropa.

Keberhasilan gemilang beliau nabi ini dicapai, karena ditopang oleh berbagai hal yang jarang dimiliki oleh pemimpin-pemimpin dunia lainnya, yakni ketepatan metode dan system yang beliau pergunakan, juga keperibadian dan akhlak mulia yang dimilikinya.

Nabi Muhammad saw mengalahkan musuh-musuhnya melalui kekuatan yang rasional dan manusiawi, tidak seperti Superman atau Spider-man misalnya. Cara-cara yang manusiawi yang beliau pergunakan agar dapat ditiru dan ditauladani oleh pengikutnya. Wujud dari musuh-musuh beliau bukan berbentuk monster ganas yang sulit di tangkis oleh kekuatan manusia biasa. Monster musuh nabi adalah manusia itu sendiri, hanya saja mengambil wujud menjadi kebodohan, tindakan amoral, dan penguasa tiranik. Namun, monster dalam bentuk inilah yang justeru lebih berbahaya, karena wujudnya dapat kita temukan pada setiap manusia. Sehingga butuh ketekunan dan kesabaran dalam memeranginya. Monster yang dihadapi oleh beliau nabi akan selalu muncul sepanjang zaman, sehingga butuh kekuatan yang manusiawi dan rasional dalam memeranginya, agar tetap bisa ditiru oleh pengikut-pengikutnya. Hanya saja beliau telah mewariskan senjata ampuhnya kepada ummatnya, yakni al Qur’an.

Disamping Al-Qur’an sebagai pedoman hidup ummat Islam, ia juga tergolong mu’jizat nabi yang siapapun dapat memilikinya, mempergunakannya, atau bahkan mempelajarinya. Dengan memilikinya berarti kita dapat ikut andil dalam memerangi monster-monster jahat yang banyak bergentayangan di muka bumi ini. Mempergunakan Al-Qur’an sebagai mu’jizat adalah membumikannya, mengejawentahkannya kedalam kehidupan nyata, atau, meminjam istilah Goenawan Muhammad, dengan menghidupkan kembali puisi-puisi Al-Qur’an. Karena ia bukan hanya untuk sekedar dibaca, dipahami, tanpa adanya sosialisasi kedalam kehidupan nyata.

Tetapi memahami isi kandungan Al-Qur’an harus didukung oleh seperangkat disiplin ilmu yang memadai. Hal ini perlu ditekankan, karena bahasa Al-Qur’an adalah bahasa Allah yang diterjemahkan kedalam bahas Arab. Didalamnya sarat dengan kandungan makna baik secara implisit maupun eksplisit. Sehingga tidak cukup kalau hanya mengetahui arti dari bahas itu, tanpa memahami kandungannya, baik yang tersirat ataupun yang tersurat. Belum lagi, setiap bahasa memiliki kandungan filosofis tersendiri yang kalau diterjemahkan kedalam bahas lain belum tentu mewakili bahasa asalnya. Oleh sebab itu, amatlah mentah jargon “kembali kepada Al- Qur’an” apabila tidak ada tuntutan untuk mempelajari bahasa al Qur’an secara utuh, nilai sasteranya, atau metode penafsirannya.

***

Superman, Batman, Spider-man dan hero children yang lainnya tercipta dari dunia imaji. Pengaruhnya pun menjalar kesetiap benak anak dibelahan dunia ini. Pengarangnya mampu menciptakan opini publik, merubah wajah dunia menjadi fantastik, dan mampu menjajah mental berjuta-juta anak di dunia. Anak-anak kita merindukan hadirnya sesosok pahlawan yang tidak pernah tercatat dalam sejarah itu. Mereka ingin bisa terbang seperti Superman atau pun mereka ingin dibekali sebuah senjata berupa Perisai seperti Capten Amerika. Disisi lain mereka ingin seperti The Flash yang bisa mencerap kecepatan benda apapun. Atau setidaknya bisa merayap di tembok layaknya Spider-man. Tapi sayang, itu semua hanya bisa didapatinya lewat lelap tidurnya atau membeli kostum seperti yang dikenakan oleh super hero idolanya itu, kemudian bertingkah seperti layaknya dalam film yang ditontonnya.

Padahal ada sesosok hero yang bisa ditauladani oleh mereka. Ia bukan hadir dari dunia imaji. Dialah Muhammad saw., seorang nabi sekaligus rasul. Tapi kenapa nabi Muhammad jarang dikenal, atau bahkan tidak sama sekali, oleh dunia anak (khususnya anak-anak non Muslim) Jawaban untuk pertanyaan ini sangatlah vareatif. Satu sisi, pengarang hero childrenn pandai mengemas kekayaan intelektualnya, sehingga bisa hadir kedunia anak. Mereka pun bisa menghadirkannya dalam bentuk tulisan atau pun visual, dengan memanfaatkan kecanggihan teknologi dewasa ini, disamping gencarnya promosi lewat berbagai media massa. Dan yang lebih penting, mereka tahu selera anak seluruh dunia.

Penutup
Tulisan ini bukanlah sebuah upaya untuk memperbandingkan nabi Muhammad saw dengan herois anak, melainkan hanya sebatas bentuk keperihatinan atas perkembangan dunia anak dewasa ini yang banyak sekali dipengaruhi oleh tokoh-tokoh komik itu. Maka dari itu, pada momentum perayaan maulid nabi ini, kita setidaknya bisa mengatakan bahwa yang patut dijuluki hero, si hebat, dan icon dunia adalah Muhammad. Karena ia benar-benar wujud, bukam tercipta dari dunia imajinasi. Wallahu ‘alam bi sawab