Jokowi akhirnya menaikkan harga BBM. Alasan klasik: subsidi BBM membengkak, subsidi dinilai tak tepat sasaran, hanya dinikmati orang kaya, sehingga lebih baik dialihkan ke sektor lain. Juga masih banyak alasan lainnya.
Mengapa harga BBM di negara kita tak stabil dan cenderung naik terus? Ternyata, BBM yang dijual di SPBU-SPBU adalah "BBM impor". Sehingga, harganya disesuaikan dengan harga minyak dunia, harga pasar.
Namun, agar sampai di masyarakat harganya tak terlampau mahal, pemerintah memberikan subsidi. Subsidi inilah yang hingga sekarang menghantui pemerintah. Jika tak disubsidi, harganya bersaing dengan pertamax, Shell, Total, dan Petronas, Saat ini saja ada sekitar 40 perusahaan asing yang sudah mengantongi izin untuk mendirikan stasiun pengisian bensin. masing-masing boleh mendirikan 80.000 SPBU (klik)
Lantas, pertanyaannya, minyak yang disedot dari sumur-sumur yang tersebar di negara kita itu milik siapa? Dijual kemana? Harganya berapa? Keuntungannya berapa? Pemerintah tak pernah memberi penjelasan. Rakyat hanya dihibur alasan-alasan klise yang diulang-ulang.
Rasanya aneh, kita punya sumur minyak tapi tak mampu membeli minyak. Kita menanam padi tapi tak bisa menanak nasi. "Ayam mati di lumbung padi".
Saya tak percaya kita kekurangan, atau bahkan, tak punya minyak. Buktinya Pertamina makmur: direktur dan pegawai-pegawainya gajinya besar-besar. Meskipun, katanya, rugi terus. Dugaan saya, korupsinya pun tak kalah besar.
Jadi, ternyata, persoalannya ada di hulu bukan di hilir. Subsidi hanyalah dampak bukan sebab. Penyebab utamanya adalah pengelolaan sumber daya energi yang tak jelas, tidak transparan, dipenuhi bajingan dan mafia.
Jangan-jangan benar bahwa kita sesungguhnya tak punya minyak. Sumur-sumur minyak kita sudah dijual asing. Rakyat Indonesia hanyalah penonton di negerinya sendiri.
Di sinilah pangkal persoalannya. Jika kita memutus ketergantungan terhadap BBM dan beralih ke energi alternatif, tanpa merubah mentalitas budak yang bersemayam di banyak pemimpin kita, tetap saja bangsa kita jadi kuli. Inilah sebetulnya yang sering digembar-gemborkan Jokowi: revolusi mental!
BBM adalah hajat hidup orang banyak. Semuanya hampir bergantung pada BBM. BBM naik semuanya naik. Karena itu, negara wajib memenuhi hajat hidup rakyatnya. Jika subsidi dianggap bermasalah, berarti negara (pemerintah) telah menyalahi kewajibannya sendiri. Kalau negara keberatan terhadap subsidi, baiknya bubarkan saja negaranya. Biarkan rakyat hidup tanpa negara. Tanpa kehadiran negara, rakyat diatur pasar. Pasar diatur (pe)modal. Inilah yang akan terjadi pada negara kita. Nauzubillah min dzalik.
Alhasil, rakyat harus menolak kenaikan BBM dengan alasan apapun. Subsidi adalah hak rakyat! Toh, subsidi juga uang rakyat. Jika subsidi dianggap tak tepat sasaran, tinggal diatur saja biar tepat sasara. Pemerintah jangan dimanjakan dengan cabut subsidi. Inilah hakikat revolusi mental, Pak!
Saya berharap Jokowi masih pada komitmennya sebagai "presiden rakyat". Presiden rakyat tahu kebutuhan rakyat dan selalu berpihak pada rakyat, bukan malah menyakiti dan melukai hati rakyat dengan mencabut subsidi BBM. Jokowi diangkat rakyat. Jangan sampai gara-gara BBM, kembali lagi tersungkur ke tanah.
Mengapa harga BBM di negara kita tak stabil dan cenderung naik terus? Ternyata, BBM yang dijual di SPBU-SPBU adalah "BBM impor". Sehingga, harganya disesuaikan dengan harga minyak dunia, harga pasar.
Namun, agar sampai di masyarakat harganya tak terlampau mahal, pemerintah memberikan subsidi. Subsidi inilah yang hingga sekarang menghantui pemerintah. Jika tak disubsidi, harganya bersaing dengan pertamax, Shell, Total, dan Petronas, Saat ini saja ada sekitar 40 perusahaan asing yang sudah mengantongi izin untuk mendirikan stasiun pengisian bensin. masing-masing boleh mendirikan 80.000 SPBU (klik)
Lantas, pertanyaannya, minyak yang disedot dari sumur-sumur yang tersebar di negara kita itu milik siapa? Dijual kemana? Harganya berapa? Keuntungannya berapa? Pemerintah tak pernah memberi penjelasan. Rakyat hanya dihibur alasan-alasan klise yang diulang-ulang.
Rasanya aneh, kita punya sumur minyak tapi tak mampu membeli minyak. Kita menanam padi tapi tak bisa menanak nasi. "Ayam mati di lumbung padi".
Saya tak percaya kita kekurangan, atau bahkan, tak punya minyak. Buktinya Pertamina makmur: direktur dan pegawai-pegawainya gajinya besar-besar. Meskipun, katanya, rugi terus. Dugaan saya, korupsinya pun tak kalah besar.
Jadi, ternyata, persoalannya ada di hulu bukan di hilir. Subsidi hanyalah dampak bukan sebab. Penyebab utamanya adalah pengelolaan sumber daya energi yang tak jelas, tidak transparan, dipenuhi bajingan dan mafia.
Jangan-jangan benar bahwa kita sesungguhnya tak punya minyak. Sumur-sumur minyak kita sudah dijual asing. Rakyat Indonesia hanyalah penonton di negerinya sendiri.
Di sinilah pangkal persoalannya. Jika kita memutus ketergantungan terhadap BBM dan beralih ke energi alternatif, tanpa merubah mentalitas budak yang bersemayam di banyak pemimpin kita, tetap saja bangsa kita jadi kuli. Inilah sebetulnya yang sering digembar-gemborkan Jokowi: revolusi mental!
BBM adalah hajat hidup orang banyak. Semuanya hampir bergantung pada BBM. BBM naik semuanya naik. Karena itu, negara wajib memenuhi hajat hidup rakyatnya. Jika subsidi dianggap bermasalah, berarti negara (pemerintah) telah menyalahi kewajibannya sendiri. Kalau negara keberatan terhadap subsidi, baiknya bubarkan saja negaranya. Biarkan rakyat hidup tanpa negara. Tanpa kehadiran negara, rakyat diatur pasar. Pasar diatur (pe)modal. Inilah yang akan terjadi pada negara kita. Nauzubillah min dzalik.
Alhasil, rakyat harus menolak kenaikan BBM dengan alasan apapun. Subsidi adalah hak rakyat! Toh, subsidi juga uang rakyat. Jika subsidi dianggap tak tepat sasaran, tinggal diatur saja biar tepat sasara. Pemerintah jangan dimanjakan dengan cabut subsidi. Inilah hakikat revolusi mental, Pak!
Saya berharap Jokowi masih pada komitmennya sebagai "presiden rakyat". Presiden rakyat tahu kebutuhan rakyat dan selalu berpihak pada rakyat, bukan malah menyakiti dan melukai hati rakyat dengan mencabut subsidi BBM. Jokowi diangkat rakyat. Jangan sampai gara-gara BBM, kembali lagi tersungkur ke tanah.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar